Apa Itu Zakat Hasil Pertanian dan Perkebunan dan Cara Menghitungnya

Zakat merupakan salah satu konsep ilmu pengembangan ekonomi selain shodaqoh, infaq, dan lain sebagainya.
Apa Itu Zakat Hasil Pertanian dan Perkebunan dan Cara Menghitungnya

Sebagai manusia, tentu tidak lepas dari permasalahan ekonomi. Di dalam Islam, pembahasan tentang ekonomi juga diatur sedemikian rupa, tertulis dalam Al-Qur'an ataupun Sunnah, termasuk zakat hasil pertanian dan perkebunan.

Zakat merupakan salah satu konsep ilmu pengembangan ekonomi selain shodaqoh, infaq, dan lain sebagainya. Zakat sendiri menjadi salah satu ibadah Maliyah yang diperhatikan secara khusus dalam Islam.

Apa Itu Zakat Hasil Pertanian dan Perkebunan

Zakat ini adalah salah satu Zakat Maal, yang artinya objek zakat adalah tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki nilai ekonomis. Tanaman ini bisa berupa umbi-umbian, biji-bijian, buah-buahan, sayur-mayur, dan semacamnya.


Landasan Hukum Zakat Hasil Perkebunan dan Pertanian

Firman Allah terkait zakat pertanian dan perkebunan adalah sebagai berikut.

  • QS, Al-Baqarah : 43
  • QS, Al-An'am / 6 : 141
  • QS, Al-Baqarah / 2 : 267
  • Hadis Abdullah bin Umar (HR. Al-Bukhari)
  • Hadis Nabi Ibnu Abbas ra (HR. Bukhari Muslim dan lafal Bukhari)
  • Hadis Nabi Abu Dawud
  • Hadis Jaabir bin Abdillah (HR. Muslim)
  • Hadis Mu'adz bin Jabal (HR an-Nasa'i dan di-shahih-kan dalam Shahih sunan an-Nasaa'i 2/193 oleh al-Albani)

Ketentuan Cara Menghitung Zakat Pertanian

Melansir Rumah Zakat, ketentuan zakat dari hasil pertanian adalah sebesar 10% apabila dialiri oleh sungai, mata air, atau air hujan. Sementara jika dialiri dengan cara irigasi atau disiram atau dengan biaya tambahan tertentu, nilai zakatnya adalah sebesar 5%.

Berdasarkan ketentuan ini, dapat Anda lihat bahwa pengairan tanaman dengan metode disiram atau irigasi ialah 5%, di mana 5% lainnya digunakan untuk distribusi biaya pengairan tersebut.

Sistem pertanian pada zaman ini tidak hanya memerlukan air untuk menyuburkan dan menjaga kesehatan tanaman, tetapi juga kebutuhan lain seperti insektisida, pupuk, dan sebagainya.

Maka dari itu, agar perhitungan zakat pertanian dan perkebunan menjadi lebih mudah, biaya selain pengairan berasal dari hasil panen. Sisanya jika lebih dari nishab, maka menjadi kadar zakat sebesar 10% atau 5%.

Zakat ini wajib ditunaikan apabila panen telah mencapai besar nisab senilai 5 wasq atau 653 kilogram beras. Di luar makanan pokok, nisabnya sama dengan makanan pokok yang umum di daerah bersangkutan.

Secara singkat, seperti ini cara menghitung zakat pertanian, termasuk zakat perkebunan sawit.

  1. Jika ada biaya irigasi, maka kadar zakat adalah 5% atau 1/20 dikali hasil panen.
  2. Jika tidak ada biaya irigasi (pengairan tanaman dari mata air, sungai, atau air hujan), maka kadar zakat adalah 10% atau 1/10 dikali hasil panen.


Waktu Kewajiban Zakat Hasil Pertanian dan Perkebunan

Waktu kewajiban zakat jika hasil perkebunan dan pertanian sudah kuat dan tahan jika ditekan. Sementara buah-buahan, jika sudah berwarna merah atau kuning dan layak dikonsumsi. Tafsir kelayakan konsumsi tercantum dalam beberapa hadis, di antaranya:

  • Hadis Anas bin Malik secara marfu' dari Nabi (Muttafaqun 'Alaihi)
  • Hadis Anas (HR Abu Daud; at-tirmidzi dan Ibnu Majah, di-shahih-kan dalam Shahih Sunan Abi Daud 2/344 oleh al-Albani)
  • Hadis Ibnu 'Umar (Muttafaqun 'Alaihi)


Tiga Keadaan Hasil Pertanian dan Perkebunan

Berdasarkan waktu kewajiban tersebut, ada tiga keadaan hasil pertanian dan perkebunan.

1. Hilang atau Lenyap Sebelum Masa Kewajiban Zakat

Keadaan ini berarti sebelum buah layak dikonsumsi atau sebelum biji masak. Pemilik tidak dikenai apa-apa, baik dengan unsur sengaja, teledor, atau tidak keduanya, kecuali lari dari kewajiban.

2. Hilang atau Lenyap Setelah Masa Kewajiban Zakat

Keadaan ini, jika belum sampai di tempat penyimpanan atau lumbung, maka pemilik wajib mengganti jika ada unsur kesengajaan atau keteledoran. Jika tidak disengaja, maka tidak ada kewajiban mengganti zakat pertanian, termasuk zakat perkebunan sawit dan karet.

3. Hilang atau Lenyap Setelah Disimpan

Ibnu Qudamah menyatakan wajib menunaikan zakat dalam segala keadaan, meskipun ada unsur ketidaksengajaan. Sementara Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan bahwa jika bukan disengaja atau bukan keteledoran, maka zakat tidak wajib.

Jika sudah mencoba membayar tapi hilang juga, maka tidak wajib menggantinya.

Penutup

Semua milik manusia di dunia sebenarnya adalah pemberian Allah agar hidup umat-Nya sejahtera. Karena itu, ada anjuran zakat hasil pertanian dan perkebunan karena harta seseorang juga merupakan hak bagi orang lain di sekitarnya.

Posting Komentar

© olahdoku. All rights reserved. Developed by Jago Desain